Pariwara

Satgas PPKS Unmul Laporkan Kegiatan ke Kemendikbudristek, Arsip Korban Disensor



HEADLINENUSANTARA.COM, Samarinda - Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Mulawarman (Unmul) melaporkan kegiatannya ke Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) secara rutin. Namun, arsip korban kekerasan seksual yang ditangani Satgas tersebut tidak dilaporkan ke Kemendikbudristek.

Humas Satgas PPKS Unmul, Muhammad Al Fatih, mengatakan bahwa semua agenda kegiatan Satgas tercatat dengan baik, baik laporan resmi yang bersifat internal, maupun laporan untuk dokumentasi dan publikasi.

"Semua laporan internal itu kami simpan dengan baik. Karena kami harus menyampaikan laporan kegiatan pada Kemendikbudristek secara rutin," kata Fatih, Minggu (3/12).

Namun, Fatih mengatakan bahwa Satgas memiliki keterbatasan dalam pengelolaan arsip. Salah satunya adalah tidak mengungkap identitas korban kekerasan seksual.

"Sebelum disampaikan ke kementerian, sudah dilakukan proses monitoring dan evaluasi. Dalam proses penyerahan arsip, semua nama dan identitas yang berkaitan terhadap pelaku, korban, maupun saksi-saksi disensor," ujarnya.

Hal ini dilakukan karena data-data tersebut bersifat sensitif dan harus tetap dirahasiakan. Kecuali untuk proses penegakkan hukum.

Pihak kampus ataupun kementerian pun, kata Fatih, tidak pernah mempersoalkan hal itu. Karena telah memiliki kesepahaman tentang perlindungan korban, saksi, bahkan pelaku kekerasan seksual. Untuk meminimalisir dampak turunan pasca-kasus.

"Kami juga sudah memiliki SOP tentang pengelolaan arsip. SOP tersebut sudah disetujui oleh pihak kampus dan kementerian," kata Fatih.

Kebijakan Satgas PPKS Unmul untuk tidak melaporkan arsip korban kekerasan seksual ke Kemendikbudristek ini mendapat tanggapan beragam dari masyarakat.

Ada yang mendukung kebijakan tersebut karena dinilai melindungi privasi korban. Namun, ada juga yang menilai kebijakan tersebut justru menghambat upaya penegakkan hukum.

"Kebijakan tersebut memang melindungi privasi korban. Namun, jika tidak ada data yang akurat, maka sulit untuk melakukan penegakan hukum," kata seorang aktivis perempuan di Samarinda.

Penulis: Fathur
Editor: Awan

DPK Kaltim  

Berita Lainnya