Pariwara
Sumber Sejarah Kolonial: Dalam dan Luar
HEADLINENUSANTARA.COM, Samarinda - Sejarah adalah guru yang paling berharga bagi bangsa Indonesia. Dari sejarah, kita bisa belajar dari kesalahan dan keberhasilan masa lalu. Sejarah juga bisa menjadi inspirasi dan motivasi bagi generasi sekarang dan yang akan datang.
Salah satu periode sejarah yang penting untuk diketahui adalah masa kolonialisme yang terjadi puluhan tahun lalu. Masa ini merupakan masa yang penuh dengan perjuangan dan pengorbanan untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa.
Untuk mendapatkan referensi sejarah dari masa kolonial, kita masih bisa menemukannya dengan mudah. Karena bangsa Belanda yang menjajah kita sudah melakukan pengarsipan dengan baik. Mereka menulis dan menyimpan berbagai dokumen, buku, surat, dan sumber sejarah lainnya.
Namun, bagaimana cara mendapatkan referensi sejarah yang akurat dan valid? Menurut Fajar Alam, seorang pemerhati sejarah Kalimantan Timur (Kaltim), ada dua jenis sumber sejarah yang bisa kita gunakan. Yaitu sumber dalam dan sumber luar.
“Sumber dalam adalah sumber sejarah yang ditulis oleh orang-orang lokal yang menjadi pelaku atau saksi sejarah. Mereka menulis dari sudut pandang masyarakat setempat. Sumber luar adalah sumber sejarah yang ditulis oleh orang-orang Belanda atau Eropa, yang merupakan penjajah yang menulis tentang daerah yang mereka jajah. Mereka menulis dari sudut pandang penjajah,” ujar Fajar.
Fajar mengatakan bahwa sumber sejarah dari dalam dan luar memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sumber sejarah dari dalam lebih dekat dengan realitas dan emosi masyarakat. Namun, sumber sejarah dari dalam juga bisa bersifat subjektif dan tidak lengkap.
“Sumber sejarah dari dalam bisa memberikan gambaran yang lebih hidup dan mendalam tentang peristiwa sejarah. Namun, sumber sejarah dari dalam juga bisa terpengaruh oleh pandangan dan perasaan penulisnya. Selain itu, sumber sejarah dari dalam juga bisa hilang atau rusak karena faktor alam atau manusia,” kata Fajar.
Sementara itu, sumber sejarah dari luar lebih banyak dan lebih rapi. Namun, sumber sejarah dari luar juga bisa bersifat bias dan tidak sesuai dengan konteks lokal.
“Sumber sejarah dari luar bisa memberikan informasi yang lebih banyak dan lebih terorganisir. Namun, sumber sejarah dari luar juga bisa mengandung kepentingan dan sudut pandang penjajah. Selain itu, sumber sejarah dari luar juga bisa tidak relevan atau tidak akurat dengan kondisi dan budaya lokal,” jelas Fajar.
Fajar mencontohkan bahwa salah satu daerah di Indonesia yang kaya akan sejarah adalah Kaltim. Di sana terdapat banyak peristiwa yang terjadi di masa lalu, yang sudah berlangsung sejak puluhan hingga ratusan tahun yang lalu.
“Di Kaltim, kita bisa menemukan sumber sejarah dari dalam dan luar. Misalnya, ada buku-buku legenda yang ditulis oleh orang-orang lokal, yang menceritakan tentang asal-usul dan kepercayaan masyarakat. Ada juga literatur melayu yang dikumpulkan oleh orang-orang Malaysia, yang mengoleksi dan mengarsipkan sejarah dari masa kolonial, yang berkaitan dengan wilayah Malaysia dan sekitarnya,” tutur Fajar.
Fajar menambahkan bahwa ada juga sumber sejarah dari luar yang ditulis oleh orang-orang Belanda atau Eropa, yang mengulas tentang daerah yang mereka jajah. Misalnya, ada History of Java yang ditulis oleh Thomas Stamford Raffles, yang menggambarkan tentang sejarah, geografi, dan budaya pulau Jawa.
“Yang dia koleksi sampai History of Java-nya Raffles juga dia punya. Ada soft copy-nya, di-scan, effort-nya dia besar. Diinput kategori jurnal buletin dan lainnya sehingga bisa diunduh secara digital,” ucap Fajar.
Fajar berharap, pemerintah daerah di Kaltim bisa mendata dan menulis sejarah lokal. Misalnya sejarah Samarinda atau Balikpapan. Dengan begitu, kita bisa mewariskan pengetahuan sejarah itu kepada generasi berikutnya.
“Kita perlu menulis sejarah lokal dengan menggunakan sumber sejarah dari dalam dan luar. Kita perlu membandingkan dan mengkritisi sumber sejarah tersebut, agar kita bisa mendapatkan gambaran yang lebih objektif dan komprehensif. Kita juga perlu menyimpan dan melestarikan sumber sejarah tersebut, agar tidak hilang atau rusak,” tutup Fajar.
Penulis: Fathur
Editor: Awan
 DPK Kaltim